Sukses dengan “Setan Jawa” yang tayang pada 2017 lalu, kini ia hadir dengan membawa film bisu hitam-putih bernama “Samsara”. Sebuah film yang menggabungkan unsur film, unsur teater, dan unsur seni tradisi.
Meski begitu, film ini lebih terasa seperti ‘menyelami’ kekayaan budaya Bali sambil menelusuri indahnya alam pada masa itu melalui gaya sinematiknya yang tak biasa.
Pasalnya, baik Garin maupun para pemain semua kompak banyak mencari referensi dari kehidupan Bali di tahun 1930-an.
Mulai dari foto masyarakat yang hidup pada waktu itu, kegiatannya, buku-buku sampai kunjungan komedian Charlie Caplin ke sana yang secara realistis dapat membangkitkan imajinasi mereka untuk menyorot keindahan Bali.
Berkat semua referensi itu, penonton dapat melihat rimbunnya hutan sambil menikmati indahnya aliran sungai yang jernih dan dikelilingi dedaunan. Dengan mendetil, ditambahkan pula sejumlah pohon kelapa yang berdiri dengan kokoh di beberapa adegan.
Beranjak ke pedesaan tempat Darta (Ario Bayu) tinggal, walaupun digambarkan sebagai warga miskin kala itu, suasana pedesaan cukup hangat dan penuh dengan kegembiraan.
Rakyatnya suka menari baik dengan gaya tubuh yang gemulai nan cantik ataupun yang mengenakan topeng karakter. Dari segi pakaian pun, pemain yang memerankan warga lokal mengenakan pakaian tradisional.
Murianews, Kudus – Sutradara Garin Nugroho datang kembali dan membawa warna baru dalam industri perfilman Indonesia.
Sukses dengan “Setan Jawa” yang tayang pada 2017 lalu, kini ia hadir dengan membawa film bisu hitam-putih bernama “Samsara”. Sebuah film yang menggabungkan unsur film, unsur teater, dan unsur seni tradisi.
Dilansir Murianews.com dari Antara, Kamis (6/6/2024), film ini diperankan oleh Ario Bayu dan Juliet Widyasari Burnett dan bergenre horor.
Meski begitu, film ini lebih terasa seperti ‘menyelami’ kekayaan budaya Bali sambil menelusuri indahnya alam pada masa itu melalui gaya sinematiknya yang tak biasa.
Pasalnya, baik Garin maupun para pemain semua kompak banyak mencari referensi dari kehidupan Bali di tahun 1930-an.
Mulai dari foto masyarakat yang hidup pada waktu itu, kegiatannya, buku-buku sampai kunjungan komedian Charlie Caplin ke sana yang secara realistis dapat membangkitkan imajinasi mereka untuk menyorot keindahan Bali.
Berkat semua referensi itu, penonton dapat melihat rimbunnya hutan sambil menikmati indahnya aliran sungai yang jernih dan dikelilingi dedaunan. Dengan mendetil, ditambahkan pula sejumlah pohon kelapa yang berdiri dengan kokoh di beberapa adegan.
Beranjak ke pedesaan tempat Darta (Ario Bayu) tinggal, walaupun digambarkan sebagai warga miskin kala itu, suasana pedesaan cukup hangat dan penuh dengan kegembiraan.
Rakyatnya suka menari baik dengan gaya tubuh yang gemulai nan cantik ataupun yang mengenakan topeng karakter. Dari segi pakaian pun, pemain yang memerankan warga lokal mengenakan pakaian tradisional.
Sementara untuk pemain yang berasal dari bangsa Eropa yang diketahui pada masa itu banyak menikah dengan bangsawan Bali, pakaian yang ditampilkan jauh lebih modern dengan mengenakan gaun atau pakaian lengan panjang khas kolonial bagi prianya.
Kerukunan warganya pun tersorot jelas dari cara mereka bercengkrama, saat mengerjakan sesuatu seperti mengukir atau menganyam sesuatu. Bahkan dalam sebuah adegan di perkarangan rumah Darta usai menikahi Sinta (Juliet Widyasari Burnett), seorang anak dengan tingkah lucunya menari mengenakan topeng.
Keharmonisan keluarga tercermin jelas dari sikap kedua orang tuanya yang kemudian ikut menari diikuti tawa Darta dan Sinta.
Tak lupa, Garin juga memasukkan ‘sentuhan film lama’ dalam “Samsara”. Ia menghadirkan tiga tokoh komika dengan ukuran tubuh yang berbeda, untuk memberikan sedikit sensasi humor di tengah kekalutan hubungan para tokoh utama.
Ketiga tokoh inilah yang bakal membuat kehidupan di desa makin seru untuk diikuti.
Selain keindahannya, tentu kita tahu bahwa Bali memiliki budaya mistis yang cukup kental. Untuk memperlihatkan hal tersebut, tim produksi banyak memasukkan latar tempat sakral berupa candi-candi, tempat menaruh dupa dan bunga hingga tanah luas kering yang dipenuhi tumpukan bebatuan.